Mendalam Seperti Sumur, Sistemnya Cetek Seperti Piring : Drama Sehari-hari Guru yang Diminta Ajaib


gurumesib.my.id - mesin educenter. Pembelajaran mendalam kini menjadi istilah yang paling sering melayang-layang dalam rapat sekolah, seminar daring, hingga spanduk pelatihan yang fotonya selalu diambil dari sudut yang sama. Semua orang setuju bahwa pembelajaran mendalam itu penting. Tetapi begitu turun ke ruang kelas, kenyataan berkata lain: guru diminta menggali sumur pengetahuan, sementara sistem hanya memberi sekop kecil yang sudah aus.

Tantangan pertama yang paling mencolok adalah budaya sekolah yang masih terjebak pada “kecepatan menuntaskan materi”. Pembelajaran mendalam menuntut proses yang lambat—slow teaching—karena siswa harus mengolah, bertanya, mengutak-atik, dan menemukan ribuan kemungkinan. Namun di sekolah, lambat sering dianggap malas, dan mendalam sering ditafsirkan sebagus-bagusnya sebagai memberi soal tambahan. Ketika guru mencoba berdialog, supervisor datang menanyakan: “Mana lembar kerja hari ini?” Seolah kedalaman hanya bisa diverifikasi melalui tumpukan kertas.

Tantangan kedua adalah struktur birokrasi yang jauh dari kata mendukung. Guru tak hanya mengajar; mereka menjadi operator, editor laporan, kurator foto kegiatan, sampai teknisi error aplikasi. Waktu yang seharusnya digunakan untuk menyiapkan proyek penelitian siswa, malah habis mencari cara agar nilai bisa di-upload dengan format yang tepat. Akibatnya, pembelajaran mendalam—yang seharusnya mengasah nalar—harus bersaing dengan tuntutan administratif yang menguras tenaga. Ironisnya, laporan itu jarang berkontribusi pada kualitas belajar; ia hanya memuaskan sistem yang sibuk menertibkan, bukan membina.

Tantangan ketiga lebih subtil, tetapi sangat menentukan: ketidaksiapan ekosistem. Pembelajaran mendalam berpijak pada keberanian bertanya dan diskusi yang hidup. Tetapi bagaimana diskusi hidup jika budaya sekolah masih takut pada perbedaan pendapat? Bagaimana siswa kritis jika guru yang kritis sering dianggap pembangkang? Maka tak heran, pembelajaran mendalam sering berakhir sebagai pertunjukan: indah pada sesi kunjungan, kembali normal setelah tamu pulang.

Implikasi dari semua ini cukup pahit: pembelajaran mendalam terancam menjadi jargon kosmetik, bukan perubahan substantif. Padahal bila diterapkan sungguh-sungguh, ia mampu membentuk generasi vokasi yang tidak hanya bekerja, tetapi mampu membaca masalah, memprediksi tantangan, dan menciptakan solusi yang bernilai.

Apakah guru siap? Banyak yang lebih dari siap. Yang tidak siap justru adalah sistem yang masih mencintai kedangkalan. Guru sudah ingin menyelam, tetapi tali pengamannya justru ditarik oleh birokrasi.

Jika benar kita ingin siswa berpikir mendalam, berikan juga ekosistem yang berhenti memperlakukan guru seperti mesin serbaguna. Sebab kedalaman berpikir tidak tumbuh dari tekanan, tetapi dari ruang yang memberi napas, keberanian, dan kepercayaan.

Posting Komentar untuk "Mendalam Seperti Sumur, Sistemnya Cetek Seperti Piring : Drama Sehari-hari Guru yang Diminta Ajaib"